dailyinfo.blog Hubungan Amerika Serikat dan China kembali mencuri perhatian setelah Presiden Xi Jinping dan Donald Trump melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon. Percakapan tersebut menjadi salah satu momen penting karena menyentuh isu paling sensitif dalam hubungan kedua negara, yakni Taiwan. Dalam dialog tersebut, Xi menyampaikan secara tegas bahwa Taiwan memiliki keterikatan sejarah panjang dengan China dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kedaulatan Beijing.
Pernyataan ini disampaikan langsung melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri China. Beijing menegaskan kembali posisi mereka bahwa masalah Taiwan merupakan inti dari kepentingan nasional, sehingga tidak dapat ditawar atau dinegosiasikan. Dengan menegaskan sikap ini, China ingin memastikan bahwa tidak ada perubahan posisi dari Washington yang dapat mengganggu stabilitas kawasan, terutama karena ketegangan di Selat Taiwan beberapa tahun terakhir terus meningkat.
Taiwan sebagai Bagian dari Identitas dan Sejarah China
Xi Jinping dalam pembicaraannya menyampaikan bahwa Taiwan tidak sekadar isu politik, melainkan bagian dari perjalanan sejarah panjang bangsa China. Dalam pandangan Beijing, hubungan budaya, geografis, dan politis antara Taiwan dan daratan utama tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, China menganggap setiap upaya untuk memisahkan Taiwan sebagai tindakan yang melanggar prinsip kedaulatan nasional.
Klaim sejarah ini selalu menjadi landasan utama bagi kebijakan China terhadap Taiwan. Beijing menilai bahwa integrasi penuh antara Taiwan dan daratan utama adalah tujuan jangka panjang yang harus tetap dipertahankan dalam berbagai kondisi geopolitik. Meski situasi global berubah, posisi China tetap konsisten bahwa konsep “satu China” adalah dasar yang tidak boleh dilanggar oleh negara mana pun.
Panggilan Telepon yang Sarat Pesan Politik
Percakapan antara Xi Jinping dan Donald Trump tidak hanya menjadi komunikasi diplomatik biasa. Banyak analis memandang bahwa kedua pemimpin sedang mengirimkan pesan politik yang kuat kepada dunia internasional. Di satu sisi, China ingin memastikan bahwa Amerika Serikat tidak memainkan kartu Taiwan untuk memengaruhi keseimbangan strategis di Asia-Pasifik. Di sisi lain, Washington tetap memiliki kepentingan besar di kawasan tersebut dan perlu menjaga hubungan dengan Taiwan yang selama ini dianggap sebagai mitra strategis dalam sistem pertahanan regional.
Dalam dialog itu, Xi disebut menyampaikan bahwa upaya apa pun yang mendukung kemerdekaan Taiwan hanya akan memperburuk situasi dan berpotensi meningkatkan konflik. Beijing selalu menekankan bahwa reunifikasi nasional adalah tujuan utama, dan China tidak akan ragu mengambil langkah tegas jika upaya pemisahan terus meningkat.
Reaksi terhadap Kebijakan Amerika Serikat
Amerika Serikat selama ini menjadi faktor eksternal terbesar dalam isu Taiwan. Dukungan Washington terhadap pertahanan Taiwan membuat Beijing selalu waspada. Meski pemerintah AS berkali-kali menegaskan bahwa mereka tetap menghormati kebijakan “One China Policy”, bantuan militer, pelatihan, hingga penjualan senjata ke Taiwan sering dianggap Beijing sebagai bentuk provokasi.
Dalam konteks itu, pembicaraan telepon antara Xi dan Trump menjadi penting karena memungkinkan China menyampaikan kekhawatiran secara langsung. Beijing berharap Washington tidak mendorong langkah-langkah yang dapat menimbulkan ketegangan baru, terutama di tengah dinamika geopolitik yang semakin rumit.
Xi juga menegaskan bahwa China menginginkan hubungan yang stabil dengan Amerika Serikat. Namun stabilitas tersebut hanya mungkin terjadi jika kedua negara saling menghormati garis merah masing-masing. Bagi China, Taiwan adalah garis merah terbesar.
Konstelasi Geopolitik Asia-Pasifik Semakin Dinamis
Ketegangan di kawasan Asia-Pasifik meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Persaingan antara dua kekuatan besar dunia turut memengaruhi negara-negara sekitar. Taiwan menjadi salah satu titik panas yang selalu diperhatikan dunia internasional. Di tengah situasi ini, pembicaraan antara Xi Jinping dan Trump memberikan gambaran baru mengenai arah kebijakan kedua negara.
Beijing memandang bahwa stabilitas kawasan hanya mungkin terjaga jika negara-negara lain tidak mencampuri isu Taiwan. Namun, Amerika Serikat dan sekutunya memiliki pandangan berbeda, karena Taiwan dianggap sebagai mitra demokratis yang penting dalam menjaga keseimbangan kekuatan.
Pesan Xi Jinping: Taiwan Adalah Prioritas Utama
Dengan menegaskan sikap China secara langsung lewat komunikasi tingkat tinggi, Xi Jinping ingin memastikan bahwa posisi Beijing tidak akan berubah. Taiwan tetap menjadi prioritas utama dan akan terus menjadi isu paling sensitif dalam hubungan China–AS. Sikap ini menjadi pengingat bagi Washington bahwa China akan bertindak tegas jika merasa kedaulatannya terancam.
Pada saat yang sama, pernyataan China juga bisa dilihat sebagai upaya meredakan potensi salah tafsir antara kedua negara. Meski tegas, Beijing tetap menginginkan hubungan bilateral yang stabil dan konstruktif. Kedua negara memiliki kepentingan ekonomi besar satu sama lain, sehingga konflik terbuka bukan menjadi pilihan yang diinginkan.
Kesimpulan
Panggilan telepon antara Xi Jinping dan Donald Trump menjadi momen penting dalam hubungan bilateral China–Amerika Serikat. Dalam pembicaraan tersebut, China kembali menegaskan bahwa Taiwan memiliki sejarah panjang dan merupakan bagian dari kedaulatan Beijing. Meskipun situasi geopolitik terus berubah, posisi China tetap konsisten bahwa tidak ada kompromi dalam urusan Taiwan.
Dengan penegasan ini, Beijing ingin mengingatkan dunia bahwa isu Taiwan adalah garis merah yang harus dihormati semua negara. Pembicaraan tersebut juga menjadi sinyal bahwa persaingan China–AS akan terus berlanjut, namun tetap berada dalam koridor diplomasi selama kedua pihak mampu menjaga komunikasi terbuka.

Cek Juga Artikel Dari Platform mabar.online
