dailyinfo.blog Banjir yang menerjang Aceh Utara baru-baru ini tidak hanya meninggalkan genangan air di permukiman dan kerusakan pada fasilitas publik. Bencana itu juga membuka fakta yang jauh lebih mengkhawatirkan tentang kondisi alam di wilayah tersebut. Setelah air surut, warga menemukan gelondongan kayu berukuran besar menumpuk di sepanjang aliran sungai. Jumlahnya bukan satu atau dua, tetapi puluhan, bahkan ratusan batang yang terbawa arus dari arah pegunungan.
Pemandangan tersebut mengundang pertanyaan besar:
Apakah hutan di hulu sungai telah dirusak tanpa kendali?
Kemunculan kayu-kayu itu diduga kuat merupakan jejak pembalakan liar yang selama ini sulit dibuktikan secara langsung.
Banjir Mengangkat Bukti yang Selama Ini Tersembunyi
Sungai yang meluap memiliki kekuatan besar. Air yang deras membawa apa pun yang ditemuinya di hulu—mulai dari lumpur, batu besar, hingga batang pohon berdiameter tebal. Namun, gelondongan kayu yang ditemukan kali ini tampak berbeda. Banyak batang terlihat baru ditebang: masih berserat halus dengan potongan rapi, bebas lumut, dan tampak masih segar.
Warga yang tinggal di sepanjang sungai menyebut bahwa belum pernah mereka melihat kayu sebanyak ini hanyut ke hilir. Mereka meyakini bahwa hutan di kawasan perbukitan telah ditebang secara besar-besaran sebelum banjir terjadi. Air bah hanya menjadi pengungkapan alami terhadap perusakan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Bagi sebagian warga, banjir memang sebuah musibah. Namun gelondongan kayu yang bermunculan seolah menjadi bukti tak terbantahkan tentang rusaknya kawasan hutan yang seharusnya tetap terjaga.
Seruan dari Aktivis dan Pemerhati Lingkungan
Begitu tumpukan kayu itu muncul ke publik, seruan investigasi segera menggema. Organisasi lingkungan menilai bahwa pemerintah daerah harus segera menelusuri asal-usul kayu dan memperketat pengawasan kawasan hutan Aceh.
Beberapa poin penting yang mereka tekankan:
- Harus ditelusuri titik penebangan di hulu sungai
- Harus ada pemeriksaan izin usaha yang beroperasi di sekitar wilayah hutan
- Pelaku pembalakan liar harus ditindak tegas, termasuk jaringan perdagangannya
- Pemulihan hutan harus dilakukan sebelum kerusakan semakin parah
Menurut para pemerhati lingkungan, kerusakan hutan yang berulang akhirnya akan berbalik menjadi bencana yang lebih besar bagi masyarakat. Banjir bandang hanyalah salah satu dampak yang terlihat. Ada pula ancaman tanah longsor, kekeringan, dan hilangnya sumber air bersih.
Hubungan Langsung Antara Deforestasi dan Banjir
Akar pepohonan berfungsi menahan tanah sekaligus menyerap air hujan. Ketika pohon hilang, tanah mudah tergerus dan air tak punya tempat untuk meresap. Hasilnya, air hujan justru mengalir liar dan memperbesar debit sungai secara drastis.
Jika hutan di hulu sungai telah dikonversi menjadi lahan perkebunan atau ditebang secara ilegal, maka:
| Dampak Kerusakan Hutan | Efek ke Permukiman |
|---|---|
| Kontur tanah melemah | Longsor lebih sering |
| Air hujan tak terserap | Banjir cepat dan meluas |
| Habitat hewan rusak | Konflik satwa vs manusia |
| Kualitas air sungai turun | Keracunan air dan penyakit |
Dan banjir yang baru terjadi adalah gambaran nyata dari siklus kehancuran tersebut.
Industri Kayu Gelap: Masih Mengintai dari Hutan
Kayu hasil hutan Aceh memiliki nilai ekonomi tinggi dan menjadi incaran banyak pihak. Karena itu, praktik pembalakan ilegal sering berjalan dalam jaringan tersembunyi melibatkan beberapa aktor:
- Penebang liar di hutan
- Pemasok kayu ilegal
- Transporter yang memanfaatkan jalur sungai
- Pengusaha yang membeli kayu murah tanpa izin
Selama keuntungan masih besar, aktivitas ilegal ini akan terus berulang. Gelondongan kayu yang terseret banjir diduga merupakan bagian dari pasokan yang siap dijual sebelum alam mengungkapkannya.
Pemerintah Didorong Bertindak Nyata
Warga dan aktivis lingkungan tidak ingin kasus ini berlalu begitu saja setelah banjir usai. Pemerintah daerah diharapkan:
- Menyita seluruh gelondongan kayu sebagai barang bukti
- Melakukan investigasi lapangan hingga ke lokasi-lokasi penebangan
- Mengumpulkan data citra satelit untuk membandingkan tutupan hutan
- Menetapkan aturan lebih ketat atas izin perdagangan kayu
- Mengajak masyarakat lokal dalam patroli dan pemantauan hutan
Langkah-langkah itu diharapkan menjadi titik balik penyelamatan hutan Aceh Utara.
Harapan Baru Setelah Banjir
Banjir memang menyakitkan, tetapi kayu yang bermunculan ini bisa menjadi alarm keras agar kerusakan hutan tidak lagi ditutupi. Warga berharap penyelidikan dilakukan hingga tuntas, bukan hanya untuk mencari pelaku, tetapi juga untuk memulihkan keseimbangan alam.
Hutan Aceh selama ini dikenal sebagai paru-paru wilayah Sumatra bagian utara. Jika perusakan terus dibiarkan, bukan hanya alam yang kehilangan fungsi—manusia pun akan terus menjadi korban bencana setiap musim hujan.
Kini, masyarakat dan pemerhati lingkungan menunggu langkah tegas pemerintah. Karena pada akhirnya, hutan yang rusak bukan hanya hilangnya pepohonan, tetapi hilangnya masa depan.

Cek Juga Artikel Dari Platform koronovirus.site
