dailyinfo – Tren pamer kekayaan di media sosial, yang sempat populer di kalangan milenial, kini mengalami perubahan signifikan di kalangan Generasi Z Asia. Generasi yang lahir antara 1997 hingga 2012 ini menunjukkan sikap lebih kritis terhadap budaya konsumtif digital dan cenderung menekankan keaslian, pengalaman, serta nilai sosial dibanding pamer materi.
Perubahan Sikap Digital Generasi Z
Peneliti dari Asia Digital Culture Institute, Dr. Mei Lin, menyatakan bahwa Generasi Z kini lebih memprioritaskan konten yang autentik dan inspiratif. “Mereka mulai menolak konten yang menonjolkan kekayaan atau gaya hidup mewah semata. Generasi ini menilai, nilai sosial, kreativitas, dan kontribusi bagi komunitas lebih penting daripada sekadar tampilan materi di media sosial,” jelasnya.
Data survei terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 60% Generasi Z di Asia merasa terganggu dengan konten pamer kekayaan dan lebih menyukai akun yang menampilkan:
- Aktivitas kreatif atau hobi.
- Upaya sosial dan kegiatan amal.
- Tips produktivitas dan pengembangan diri.
Faktor yang Mendorong Perubahan
Beberapa faktor mempengaruhi perubahan sikap ini:
- Kesadaran Finansial yang Lebih Tinggi
Generasi Z cenderung lebih memahami risiko utang dan konsumsi berlebihan. Mereka menganggap pamer kekayaan digital dapat memicu tekanan sosial dan gaya hidup tidak realistis. - Budaya Anti-FOMO
Fear of Missing Out (FOMO) yang dulu mendominasi kini berkurang karena Generasi Z lebih menekankan kesehatan mental dan kebahagiaan pribadi daripada mengikuti tren konsumtif. - Paparan Isu Sosial dan Lingkungan
Isu kesenjangan ekonomi, perubahan iklim, dan keberlanjutan membuat Generasi Z lebih peduli terhadap nilai sosial daripada materialisme. - Konten Autentik dan Edukatif
Media sosial kini semakin didominasi akun yang menawarkan edukasi, tips karier, dan kisah inspiratif, sehingga konten pamer kekayaan dianggap ketinggalan zaman.
Dampak terhadap Media Sosial dan Influencer
Perubahan perilaku ini mulai memengaruhi strategi influencer dan brand di Asia:
- Influencer Beralih ke Konten Autentik
Banyak influencer yang sebelumnya fokus menampilkan gaya hidup mewah kini mengedepankan konten edukatif, pengalaman pribadi, atau aktivitas sosial. - Brand Menyesuaikan Strategi Pemasaran
Perusahaan lebih menekankan kampanye berbasis pengalaman, kreativitas, dan keberlanjutan, ketimbang sekadar promosi barang mewah. - Munculnya Mikro-Influencer
Generasi Z lebih percaya pada mikro-influencer yang terlihat nyata dan dekat dengan audiens dibanding influencer yang menampilkan kemewahan ekstrem.
Pandangan Ahli Psikologi
Psikolog sosial Dr. Rendra Tan menekankan, “Generasi Z memiliki nilai sosial yang kuat dan lebih selektif dalam menilai konten. Mereka menolak tekanan untuk pamer materi karena ingin menekankan identitas, kreativitas, dan kontribusi nyata bagi komunitas.”
Hal ini juga berdampak pada psikologi digital. Generasi Z yang menghindari pamer kekayaan digital cenderung memiliki kepuasan diri lebih tinggi, tingkat stres lebih rendah, dan hubungan sosial yang lebih sehat.
Kesimpulan
Perubahan sikap Generasi Z Asia terhadap tren pamer kekayaan digital menandai pergeseran budaya online yang signifikan. Dari yang sebelumnya mengagungkan konsumsi materi dan status sosial, kini muncul fokus pada autentisitas, pengalaman, kreativitas, dan kontribusi sosial.
Fenomena ini memberi pelajaran bagi influencer, perusahaan, dan pembuat konten bahwa nilai sejati dalam media sosial kini diukur dari dampak dan keaslian, bukan sekadar kemewahan. Generasi Z menunjukkan bahwa digitalisasi dapat selaras dengan etika, tanggung jawab sosial, dan kebahagiaan personal, menciptakan ekosistem online yang lebih sehat dan bermakna.

