dailyinfo.blog Pemerintah Indonesia terus memperkuat upaya pemenuhan gizi masyarakat melalui pendirian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah. Salah satu program terbaru hadir di Kabupaten Tangerang, Banten. Kehadiran SPPG Tanjung Anom menjadi langkah nyata dalam memperbaiki kualitas gizi masyarakat, khususnya anak-anak dan ibu di wilayah pesisir.
Peresmian SPPG dihadiri oleh Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, Pendiri Yayasan Bakti Asta Cita Ahmad Subadri, serta perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Menengah, Kecil, Mikro Nusantara (APIMSA). Kolaborasi lintas sektor ini menandai komitmen bersama dalam memperkuat ketahanan gizi nasional.
Program 3.000 Paket Makanan Bergizi Gratis
Dalam tahap awal, SPPG Tanjung Anom akan mendistribusikan 3.000 paket makanan bergizi gratis setiap minggu. Sasaran utama adalah 20 sekolah dasar, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di daerah pesisir.
Setiap paket berisi menu lengkap hasil racikan ahli gizi dari Badan Gizi Nasional. Di dalamnya terdapat sumber protein seperti ayam dan ikan, sayuran hijau, buah segar, serta susu atau telur. Semua bahan dipilih agar memenuhi kebutuhan gizi harian anak dan ibu.
Menurut Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, program ini tidak hanya fokus pada pemberian makanan. Edukasi gizi juga menjadi bagian penting. “Kami ingin masyarakat memahami pentingnya makan bergizi seimbang. Tujuannya agar kesehatan dan produktivitas masyarakat meningkat,” ujarnya.
Kolaborasi Pemerintah dan Dunia Usaha
SPPG Tanjung Anom berdiri berkat sinergi antara Badan Gizi Nasional, Yayasan Bakti Asta Cita, dan APIMSA. Kolaborasi ini membuktikan bahwa isu gizi tidak bisa ditangani satu pihak saja. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga sosial, dan dunia usaha.
Pendiri Yayasan Bakti Asta Cita, Ahmad Subadri, menyebut program ini bukan sekadar kegiatan sosial. “Gizi adalah pondasi bangsa. Kami ingin anak-anak tumbuh kuat dan sehat. Itulah alasan kami mendukung program ini,” katanya.
Ketua APIMSA juga menambahkan, pelaku usaha kecil dan menengah turut berkontribusi melalui penyediaan bahan pangan lokal. “Kami memastikan bahan makanan berasal dari petani dan nelayan sekitar. Dengan begitu, ekonomi lokal ikut berputar,” ujarnya.
Edukasi dan Pemberdayaan Warga
SPPG tidak hanya menyediakan makanan, tetapi juga menjadi pusat edukasi gizi dan pelatihan masak sehat bagi masyarakat. Para ibu diajak belajar memilih bahan bergizi, mengolah makanan dengan benar, dan mengenali tanda-tanda kekurangan gizi.
Program pelatihan dilakukan di sekolah dan posyandu. Kegiatan ini melibatkan ahli gizi, relawan mahasiswa, dan tokoh masyarakat. Materi pelatihan menyesuaikan dengan kearifan lokal. Misalnya, penggunaan ikan laut, sayuran tradisional, serta bahan alami yang mudah ditemukan di sekitar rumah.
Salah satu relawan mengatakan banyak perubahan setelah program ini berjalan. “Dulu banyak keluarga yang tidak tahu pentingnya protein hewani. Sekarang mereka mulai rutin menambahkan telur atau ikan ke dalam menu harian,” ujarnya.
Dampak Jangka Panjang untuk Wilayah Pesisir
Program SPPG di Tangerang diharapkan memberi dampak jangka panjang pada penurunan angka stunting dan anemia. Selain itu, pola makan sehat diharapkan menjadi kebiasaan yang berkelanjutan di masyarakat.
Badan Gizi Nasional menargetkan agar setiap kabupaten memiliki minimal satu unit SPPG dalam dua tahun ke depan. Tangerang menjadi model percontohan bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa.
Data Badan Gizi Nasional menunjukkan bahwa daerah pesisir termasuk wilayah dengan tingkat risiko gizi buruk tertinggi. Akses terhadap pangan bergizi masih terbatas, terutama di keluarga dengan ekonomi rendah. Oleh karena itu, SPPG hadir untuk menjembatani kesenjangan gizi sekaligus memperkuat ketahanan pangan lokal.
Peran Masyarakat dalam Menjaga Ketahanan Gizi
Kesuksesan SPPG tidak hanya bergantung pada pemerintah atau lembaga sosial, tetapi juga partisipasi masyarakat. Pemerintah berharap warga dapat menjaga kebiasaan makan sehat bahkan setelah bantuan program berakhir.
Dadan Hindayana menegaskan bahwa peningkatan gizi harus dimulai dari rumah. “Masyarakat harus sadar bahwa pola makan sehat menentukan masa depan anak. SPPG hanya memulai, tapi keberlanjutan tergantung pada kesadaran bersama,” ujarnya.
Pemerintah daerah juga berencana melibatkan lebih banyak sekolah dan komunitas dalam kegiatan SPPG. Dengan pendekatan ini, kesadaran akan pentingnya gizi diharapkan menyebar lebih luas, tidak hanya di wilayah pesisir, tetapi juga ke daerah perkotaan.
SPPG Sebagai Model Kolaborasi Nasional
Program SPPG Tanjung Anom menjadi contoh bagaimana kolaborasi lintas sektor mampu menghasilkan perubahan nyata. Pemerintah menyediakan regulasi dan dukungan teknis, lembaga sosial membantu pelaksanaan, sementara sektor usaha mendukung melalui rantai pasok pangan lokal.
Yayasan Bakti Asta Cita juga berencana memperluas kerja sama ke daerah lain seperti Serang dan Pandeglang. Fokus utamanya adalah memperkuat edukasi gizi berbasis komunitas agar masyarakat mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan bergizi.
Keberhasilan SPPG menunjukkan bahwa perbaikan gizi bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Semua pihak, mulai dari lembaga pendidikan hingga dunia usaha, memiliki peran penting dalam membangun generasi yang lebih sehat.
Kesimpulan
Peresmian SPPG di Tangerang menandai langkah penting dalam upaya nasional memperkuat ketahanan gizi. Dengan menyediakan 3.000 paket makanan bergizi gratis dan pelatihan gizi kepada masyarakat, program ini memberikan harapan baru bagi anak-anak dan ibu di wilayah pesisir.
Melalui kolaborasi pemerintah, lembaga sosial, dan sektor usaha, SPPG menjadi simbol gotong royong dalam mewujudkan Indonesia yang lebih sehat. Ke depan, diharapkan model serupa dapat diterapkan di seluruh daerah agar setiap anak Indonesia tumbuh kuat, sehat, dan bebas dari kekurangan gizi.

Cek Juga Artikel Dari Platform infowarkop.web.id
